Jepang Mengajar Kami Menghormati Guru
Seperti yang kita ketahui dalam sejarah, kaisar Jepang Hirahito adalah monarki yang paling lama hidup dan paling lama memerintah. Bahkan Kekaisaran Jepang hingga saat ini masih menyandang status monarki tertua di dunia. Negara ini telah mengalami dinamika yang luar biasa sebagai sebuah negara di awal abad ke-20.
Pada masa pemerintahan Kaisar Hirohito, negeri Matahari Terbit itu bangkrut akibat perang besar yang luar biasa. Namun siapa sangka Jepang akhirnya bangkit kembali dan siapa sangka Jepang kini menempatkan posisinya sebagai salah satu negara adidaya ekonomi dunia.
Selama Perang Dunia II pada tahun 1945, bom atom dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima oleh serangan udara Amerika Serikat. Peristiwa yang sangat mengerikan ini tercatat dalam sejarah sebagai peristiwa besar yang menghancurkan bangsa Jepang.
Dampaknya terasa bagi Jepang, kebutuhan barang menjadi langka, inflasi melonjak, transportasi lumpuh, industri mandek, dan tentu saja ekonomi Jepang berada di ambang kematian. Tak hanya itu, di saat yang sama ancaman serangan dari Uni Soviet pasca bubarnya pakta netralitas kedua negara juga membayangi.
Saat itu Jepang pasca bom atom benar-benar sangat memprihatinkan. Sejarah bom atom di Hiroshima dan Nagasaki membuat dunia tercengang. Saat keadaan negara begitu hancur dan porak-poranda, alih-alih menanyakan berapa prajurit yang tersisa, Kaisar Hirohito justru bertanya berapa jumlah guru yang tersisa?
Para jenderal kekaisaran Jepang bertanya-tanya mengapa kaisar Hirahito justru mempertanyakan guru ketika kondisi saat itu membutuhkan pasukan militer mereka.
Kemudian Kaisar Hirohito memberikan penjelasan bahwa Jepang telah jatuh karena tidak belajar. Jepang memang kuat dalam hal persenjataan dan strategi perang. Tapi sebenarnya mereka tidak tahu bagaimana membuat bom yang kuat seperti yang menghancurkan kota Hiroshima dan Nagasaki.
Kaisar menyadari bahwa sekarang kita harus belajar lebih giat. Jika mereka semua tidak bisa belajar, bagaimana mungkin mereka bisa mengejar dan bangkit kembali dari keterpurukannya saat itu.
Ketika para jenderal perang mendengar hal ini, mereka mengumpulkan guru-guru yang tersisa di seluruh pelosok Jepang. Jumlah guru yang tersisa saat itu kurang lebih 45.000 guru. Kaisar Hirohito dengan penuh harap memberi tahu semua pasukan dan juga rakyat Jepang bahwa sekarang mereka akan mengandalkan guru, bukan kekuatan pasukan.
Perhatikan sikap Kaisar Hirahito yang menunjukkan betapa berharganya seorang guru di mata Kaisar. Momen ini juga menjadi tonggak kebangkitan Jepang sehingga menjadi salah satu negara maju hanya dalam waktu 20 tahun. Padahal saat itu, dunia memperkirakan butuh setidaknya 50 tahun bagi Jepang untuk bangkit kembali.
Mari Ambil Pelajaran Betapa Pentingnya Guru
Dalam sejarah Jepang, dapat disimpulkan bahwa mengumpulkan guru setelah perang merupakan salah satu faktor yang membuat Jepang menjadi negara maju hingga saat ini. Hal ini menjadi bukti bahwa kemajuan suatu bangsa melibatkan peran guru yang besar. Meski merupakan pahlawan berjasa, namun jasa seorang guru tidak bisa diremehkan.
Guru adalah jembatan untuk kemajuan di masa depan. Di belahan dunia manapun, di mata orang sukses, dan di mata orang pintar, sosok yang berjasa dan berperan penting dalam pencapaiannya tidak lain adalah jasa guru.
Lantas mengapa Jepang mengumpulkan guru setelah bom atom dicontoh oleh negara manapun yang ingin maju. Termasuk Indonesia. Saatnya negara kita belajar dari Jepang bagaimana mereka menghargai dan mengakui peran besar guru untuk bangkit dan memajukan negaranya. Maka usaha dan tugas guru untuk mencerdaskan anak bangsa merupakan hal yang dipandang perlu mendapat perhatian bersama.
Negara kita perlu memperhatikan peningkatan SDM guru, nasib guru, dan kesejahteraan guru. Sehingga guru lebih semangat membaktikan dirinya sepenuh hati untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa Indonesia.
Rizki Dasilva
Kepala SDIT Muhammadiyah Bireuen-Aceh